Kopeklin.id | Eks Menkes dokter Terawan diberhentikan secara permanen dari keanggotaan Ikatan Dokter Indonesia (IDI).
Hal itu merupakan salah satu keputusan Muktamar XXXI PB IDI yang berlangsung di Kota Banda Aceh pada 22-25 Maret 2022.
Baca Juga:
Hakim Kabulkan Permintaan Lukas Enembe Dirawat dr. Terawan di RSPAD
Kabar pemecatan Terawan disampaikan epidemiolog dari Universitas Indonesia (UI) dokter Pandu Riono lewat cuitannta di akun @drprioono1, Jumat (25/3/2022).
Dia mengatakan, bahwa PB IDI memecat eks Menkes dokter Terawan karena melakukan pelanggaran etika berat.
“Pelanggaran etika berat,” ucap Pandu saat dikonfirmasi media, Sabtu (26/3/2022).
Baca Juga:
Viral Remaja Putri Bisa Jalan Lagi Usai Suntik Vaknus, RSPAD Buka Suara
Dikatakan, keputusan itu diambil Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Ikatan Dokter Indonesia (MKEK IDI) sebelum dibawa ke sidang Muktamar IDI.
"Itu rekomendasi dari MKEK Pusat pada Ketua Umum PBIDI dan akan diputuskan pada sidang khusus Muktamar IDI XXXI," katanya.
Kontroversi DSA Pada Februari tahun tahun 2018, Majelis Kode Etik Kedokteran Ikatan Dokter Indonesia (MKEK IDI) sempat merekomendasikan sanksi pemberhentian sementara selama 12 bulan dan pencabutan izin praktik Terawan terkait kontroversi metode ‘cuci otak’ dengan alat Digital Substraction Angiography (DSA) dalam pengobatan stroke.
Berdasarkan keterangan Sekretaris MKEK PB IDI saat itu, dr Pukovisa Prawiroharjo, rekomendasi sanksi itu adalah atas pertimbangan etika perilaku profesional seorang sejawat.
"MKEK mengambil putusannya didasarkan pada murni pertimbangan etika perilaku profesional seorang sejawat," kata Pukovisa saat itu lewat keterangan resmi.
Kementerian Kesehatan turun tangan dalam polemik pemecatan dokter Terawan Agus Putranto.
Kemenkes berencana memfasilitasi proses mediasi antara MKEK IDI dengan mantan Kepala RSPAD Gatot Soebroto itu.
Namun, IDI kemudian mengkaji ulang kasus tersebut dan sidang kemudian memutuskan untuk menunda sanksi.
Polemik Terawan mencuat pasca-penunjukan sebagai menteri kesehatan oleh Presiden Joko Widodo.
Beredar di kalangan media bahwa IDI sempat mengeluarkan surat 'rekomendasi' kepada Presiden RI untuk tidak menjadikan Terawan sebagai menteri kesehatan, menimbang sanksi yang diterimanya. Terawan sendiri sempat merespons kabar dugaan pelanggaran kode etik itu dengan mengatakan bahwa dia tidak pernah menanggapinya.
"Sudahlah, yang berkasus itu siapa. Biarkan saja. Saya kan tidak pernah tanggapi. Tidak perlu kan (menanggapi), belum waktunya, harus sesuai tata cara militer, saya waktu itu militer," tegas Terawan sebelum menghadiri syukuran di RSPAD Gatot Subroto, Jakarta pada Rabu (23/10/2019), seperti dikutip dari Antara.
Pada akhir 2020 Terawan dipecat Jokowi dan diganti Budi Gunadi Sadikin.
Jokowi tak menjelaskan mengapa mantan Kepala RSPAD Gatot Subroto itu dicopot.
Setelah tidak menjabat sebagai menteri kesehatan, Terawan mengembangkan vaksin Nusantara untuk melawan Virus Corona penyebab Covid-19.
Vaksin berbasis sel dendritik ini awalnya tidak mendapat persetujuan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk melakukan uji klinik.
Hal ini direspons sejumlah anggota DPR RI. Sejumlah anggota DPR RI menjalani penyuntikan vaksin Nusantara pada tahap uji klinik fase 2.
Mereka pun mendukung vaksin Nusantara dikembangkan sebagai vaksin buatan dalam negeri.
Selain anggota DPR, sejumlah pejabat, tokoh publik, artis pun disuntik vaksin Nusantara, misalnya eks Menkes Siti Fadilah, eks Menteri BUMN Dahlan Iskan, Menhan Pabowo Subianto. Politikus Golkar Aburizal Bakrie.
Ada juga selebritas Ashanty dan Anang Hermansyah.
Lalu, bagaimana tanggapan Kemenkes soal Vaksin Nusantara?
Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi menegaskan bahwa vaksin Nusantara tidak tersedia secara komersial karena hanya dapat digunakan untuk diri sendiri.
Nadia menegaskan bahwa vaksin Nusantara tidak dapat dikomersialkan lantaran autologus atau bersifat individual.
“Sel dendritik bersifat autologus artinya dari materi yang digunakan dari diri kita sendiri dan untuk diri kita sendiri, sehingga tidak bisa digunakan untuk orang lain. Jadi, produknya hanya bisa dipergunakan untuk diri pasien sendiri,” kata Nadia seperti dikutip dari saran pers pada Sabtu (29/8/2021).
Untuk itu, setiap orang yang ingin disuntik vaksin Nusantara bisa mendapatkannya dalam bentuk pelayanan berbasis penelitian secara terbatas.
Penelitian tersebut berdasarkan nota kesepahaman atau MoU antara Kementerian Kesehatan bersama dengan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), dan TNI Angkatan Darat pada April lalu terkait dengan ‘Penelitian Berbasis Pelayanan Menggunakan Sel Dendritik untuk Meningkatkan Imunitas Terhadap Virus SARS-CoV-2’.
“Masyarakat yang menginginkan vaksin Nusantara atas keinginan pribadi nantinya akan diberikan penjelasan terkait manfaat hingga efek sampingnya oleh pihak peneliti. Kemudian, jika pasien tersebut setuju, maka vaksin Nusantara baru dapat diberikan atas persetujuan pasien tersebut,” ujarnya. [Tio]