“Di sektor energi, dalam 5-10 tahun ke depan energi terbarukan akan semakin kompetitif dengan energi fosil, maka transisi energi sudah tidak bisa dielakkan lagi. Dari kajian IESR tentang Deep Decarbonization sendiri, akan ada sekitar 3,2 juta lapangan kerja baru. Tentu ini merupakan kesempatan yang besar dan harus disiapkan dari sekarang,” jelas Julius.
Persiapan sumber daya manusia dan sumber daya finansial ini sangat penting, karena perkembangan teknologi bergerak begitu cepat membutuhkan sumber daya manusia yang mumpuni dan dukungan pendanaan yang cukup.
Baca Juga:
APLSI dan IESR Siap Ambil Bagian dalam Transisi Energi
“Jadi jika di masa depan kita ingin memanfaatkan kesempatan (green jobs) ini, misalnya membuat manufacturing plant solar panel di Indonesia, kita harus gerak cepat. Kita harus mempertimbangkan full lifecycle dari semuanya, mulai dari carbon footprint dari manufacturing processnya sampai digunakan, dan hasilnya tidak instan. Kita baru bisa lihat (hasilnya) dalam misal 10 tahun ke depan,” tutur Noor Titan Putri, peneliti pasca-doktoral, Helmholtz-Zentrum Berlin, Jerman.
Jonathan Davy, pendiri dan CEO Ecoxyztem Venture Builder, menyatakan mulai banyak pengusaha berinvestasi pada sektor green jobs. Tantangan pengembangan bisnis ramah lingkungan di Indonesia terletak pada adopsi teknologi ramah lingkungan yang ada.
“Adopsi teknologi harus memenuhi tiga kategori yaitu desirability (apakah marketnya mau pakai), viability (apakah teknologi dibutuhkan), dan feasibility (apakah bisnisnya memungkinkan untuk berjalan). Saat ini kita juga masih heavily regulated sehingga beberapa bisnis proses masih terkunci,” jelas Jonathan.
Baca Juga:
IESR: Pengelolaan Panas Bumi Vital untuk Capai NZE
Jonathan juga menyoroti perkembangan sumber daya manusia yang menurutnya perlu perubahan pola pikir dari semula mengenai seberapa banyak lapangan kerja yang dapat menyerap tenaga kerja menjadi seberapa banyak orang yang dapat menciptakan lapangan kerja. [Tio]