Menurutnya, selain pasokan listrik lebih berkualitas, penggunaan listrik PLN secara total juga lebih efisien dan membantu menurunkan produksi emisi karbon sehingga membuat lokasi usaha lebih nyaman, bersih, dan ramah lingkungan karena tidak ada pembuangan hasil bahan bakar solar.
‘’Dedieselisasi pada dasarnya menguntungkan pelaku usaha karena efisiensinya. Apalagi untuk pembangkit yang menggunakan solar, seperti yang kita tahu, harga solar industri saat ini cenderung tinggi,” terangnya
Baca Juga:
Urgensi Krisis Iklim, ALPERKLINAS Apresiasi Keseriusan Pemerintah Wujudkan Transisi Energi Bersih
Direktur PTPN VI Arianja mengungkapkan, dengan penambahan daya ke 690 kVA, PTPN VI akan menggunakan listrik PLN 100 persen untuk operasional pabrik pengolahan sawit dan penerangan di seluruh kawasan PTPN VI.
‘’Listrik PLN terbukti andal dan dapat menekan biaya produksi. Semoga di daya 690 kVA nanti PLN tetap konsisten memberikan pasokan listrik yang andal,’’ lanjutnya.
PTPN VI Unit Sei Kunyit Muara Labuh sebelumnya masih menggunakan listrik PLN serta tambahan pembangkit mandiri dengan bahan bakar cangkang sawit sisa produksi pabrik berkapasitas 680 kVA , yang beroperasi saat penggunaan pabrik sedang tinggi.
Baca Juga:
Di COP29, PLN Perluas Kolaborasi Pendanaan Wujudkan Target 75 GW Pembangkit EBT 2030
Dengan pembangkit tersebut, perusahaan membutuhkan biaya maintenance per tahun sekitar Rp 1,9 miliar, ditambah tagihan PLN sekitar Rp 120 juta per bulan atau Rp 1,44 miliar per tahun. Masih ditambah biaya operasional lainnya yang tidak terduga.
Seiring dengan meningkatnya kegiatan produksi pabrik, serta untuk memudahkan ekspor, PTPN VI memutuskan untuk beralih menggunakan kualitas listrik yang lebih andal, stabil, ramah lingkungan, dan efisien dari PLN secara total. Setelah dikalkulasikan, jika beralih ke PLN efisiensi mencapai 10 hingga 25 persen.
‘’Karena tagihan listrik kemungkinan hanya Rp 250 juta per bulan atau Rp 3 miliar per tahun. Sedangkan dengan memakai PLN dan sebagian memakai pembangkit sendiri, kami harus menyiapkan biaya operasional maksimal Rp 4 miliar setiap tahunnya,’’ jelasnya.