Saat ini Pertamina NRE memiliki kapasitas solar PV 12,4 MW. Selain PLTS, ada juga pembangkit biomass 4,4 MW serta yang menjadi backbone, Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) 672 MW dan gas to power 1.760 MW.
Menurut Dannif, dari sisi benefit, PLTS seharusnya sesuatu yang mudah untuk dijual, terutama untuk sister company Pertamina NRE.
Baca Juga:
Pertamina Patra Niaga Salurkan Bantuan ke 7 Posko Erupsi Gunung Lewotobi
“Key challenge dari sisi affordability, grid connectivity, regulatory barriers, dan access to financing. Regulatory barrier, menurut saya Indonesia masih single buyer, menjadi challenge untuk pemain di renewable,” katanya.
Linus Andor Maulana, Ketua Asosiasi Pabrikan Modul Surya Indonesia (APAMSI), mengatakan faktor negative cycle menjadi penyebab tidak berkembangnya industri solar PV di Indonesia.
Negative cyle yang terjadi akibat ada limited capacity sehingga low economic scale tidak tercapai. Selain itu, low demand, low new investment, serta high cost dan price low feasibility.
Baca Juga:
Pertamina Manfaatkan Potensi Alam untuk Serap Karbon Lewat Dua Inisiatif Terintegrasi
“Kalau industri ini mau ditumbuhkan di hulunya, ada peluang bisnis, menyerap tenaga kerja, dan meningkatkan kemampuan nasional,” kata Linus.
Menurut Linus, di Indonesia banyak tambang kuarsit untuk dikembangkan. Namun untuk itu perlu investasi yang cukup besar.
Untuk penambangan dan pengolahan konsentrat kuarsit dan dikembangkan menjadi kuarsa murni diperlukan investasi US$160 juta.