“Green breakthrough kami adalah implementasi RJPP 2019-2024, launch green booster 3,5 GW, dan launch large scale reneable energy,” kata Munief
Menurut Munief, pada 2015-2019 PLN mempunyai forecast demand dari kebutuhan tenaga listrik yang cukup tinggi.
Baca Juga:
Pertamina Patra Niaga Salurkan Bantuan ke 7 Posko Erupsi Gunung Lewotobi
Ini akan menjadi dasar PLN menyiapkan infrastruktur untuk respon pertumbuhan yang tinggi. Namun pada 2016-2017 ternyata pertumbuhan tenaga listrik tidak seperti yang diharapkan.
Padahal pada 2015 sudah ada komitmen pembangunan proyek IPP yang sudah berjalan.
“Ini menjadi hal yang harus kita antisipasi. Pada 2019 estimasi diupayakan dikoreksi. Pada 2021 estimasi demand dari 361 TWh, dikoreksi jadi 279 TWh. Target 2022 estimasi demand 392 TWh, dikoreksi jadi 300 TW,” ungkap dia.
Baca Juga:
Pertamina Manfaatkan Potensi Alam untuk Serap Karbon Lewat Dua Inisiatif Terintegrasi
Saat ini sebaran sistem kelistrikan secara nasional semuanya surplus sangat tinggi di atas 30-40 persen. Ada yang bahkan 109 persen di sistem Nias. Untuk Jawa-Bali surplusnya 50 persen.
Munief mengatakan hanya ada beberapa di sistem khatulistiwa yang sistem reserve marginnya 9 persen. Ini menunjukkan cadangan kapasitas listrik banyak yang belum terutilisasi.
“PLN perlu arif dan bijaksana agar kapasitas ini bisa dimanfaatkan dan bisa ikut berpartisipasi dalam pengembangan EBT,” katanya.