"Kemudian pada saat itu Kasi Rehabilitasi sudah menyarankan kepada adik Pak Bupati, karena pada saat itu keterangan Pak Bupati sendiri bahwa Panti Rehab itu sudah dikelola oleh adeknya, Ibu Ketua DPRD sekarang, Ibu Sribana. Beliau yang mengelola pada saat itu. Mungkin sampai saat ini ya," kata Rusmiati pada Selasa (25/1/2022) dikutip dari Kompas TV.
Peneliti dari Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Maidina Rahmawati mempertanyakan hal itu. Kalau BNNK sudah melihat tempat itu pada 2017 lalu, "mengapa tidak ada tindak lanjutnya saat itu?"
Baca Juga:
Kasus Kerangkeng, Anak Eks Bupati Langkat Ditahan bersama 7 Tersangka Lain
Padahal, kata Maidina, peraturan soal standar tempat rehabilitasi sudah dibuat kala itu.
"Kenapa akhirnya mereka tidak melakukan sesuatu. Itu kan perlu diusut, kalau ada sanksi administrasi yang bisa diberlakukan bagi penyelenggara, termasuk BNNK sendiri harusnya bisa dilakukan. Ini PR-nya di BNN kalau serius untuk menstandarkan aturan rehabilitasi," kata Maidina seperti diberitakan BBC News Indonesia.
"Kalau bentuknya kerangkeng tidak sejalan dong dengan apa yang mereka bangun?" ujar Maidina mempertanyakan.
Baca Juga:
Polda Sumut Tahan Anak Bupati Langkat dan 7 Tersangka Kasus Kerangkeng
Sulityo mengatakan BNN tidak memiliki wewenang untuk menindak tempat itu karena kerangkeng di rumah bupati Langkat itu tidak termasuk tempat rehabilitasi narkoba dan tidak terdaftar dalam tempat rehabilitasi resmi.
Menurut Sulistyo, apa yang dilakukan BNNK Langkat saat itu sudah benar karena "itu masih sangat prematur untuk BNN bisa masuk" dan "beliau adalah ketua administrasi wilayah".
"Beliau pejabat publik, bupati, punya staf di bawahnya banyak, semua punya kewenangan, yang di dinas kesehatan bisa memberikan masukan. Mengapa lemparnya ke BNN?" ujar Sulistyo.